Monday 27 September 2021

Beranda Hijau dan Upaya Mengurangi Jejak Karbon


Arsip foto Instagram Beranda Hijau.

🥬MEMULAI NIAT🥬

Hal yang berkaitan dengan tanam-menanam memang terlihat mudah. Namun, satu hal yang menjadi kunci dalam memulai bercocok tanam adalah NIAT. 

Kita perlu menyadari bahwa yang kita tanam adalah kehidupan. Di mana ia perlu asupan dari siapa yang menanam.

Niat "hanya" menanam tidak akan berbuah ketentraman, tapi berniatlah menyatu dengan alam agar apa yang kau tanam kekal menjadi kawan.

InFrame: Kale Nero (Usia 13 hari).


    Caption pada foto di atas menurut saya menarik dan akan saya jadikan bahan tulisan untuk menyelesaikan games 11, yaitu ' Menuliskan Aktivitas Minim Sampah' dalam bisnis yang dijalankan.

    Beranda Hijau adalah usaha yang dijalankan suami saya sejak 2020. Fokusnya adalah menjual bibit tanaman produktif. Ia bilang kalo tanaman produktif itu nothing to lo lose, kalo nggak laku bisa dibudayakan dan dikonsumsi sendiri. Suami saya melakukan pembibitan sendiri di belakang rumah, dan inilah relevansinya dengan caption dan judul tulisan ini. 

Beranda Hijau, dari Kebun ke Pengguna Terakhir

https://www.cassia.coop/en/about-us/index.php

    Banyak rantai aktivitas yang dipotong saat petani dipertemukan langsung dengan konsumen utamanya. Keuntungan yang terlihat secara materi tentu saja perihal harga yang disepakati. Petani bisa mendapat harga yang tidak terlalu rendah dan konsumen dapat harga yang lebih terjangkau. Sedangkan keuntungan lain yang tak terlihat adalah meminimalisir jejak karbon dari aktivitas yang terpotong.

    Beranda Hijau menjalankan dua peran, sebagai petani dan sekaligus pedagang. 

1. Beranda Hijau Sebagai Petani 

    Beranda Hijau memproduksi bibitnya sendiri, meggunakan lahan di depan maupun belakang rumah. Sehingga memiliki kontrol penuh pada perlakuan terhadap tanaman. 

Media tanam diproduksi sendiri dari kotoran sapi yang dikeringkan. Ada cacing yang bisa membantu menyuburkan tanah.

Penyemaian dapat dilakukan dimanapun, jika memiliki lahan yang cukup luas bisa membuat bedengan.

    Ilmu sebagai tani dalam bercocok tanam dibagikan melalui postingan instagram, percakapan via Whatsapp, dan interaksi langsung dengan pembeli. Tujuannya untuk mengedukasi pembeli agar dapat membudidayakan bibit mereka sendiri dan mampu mengadakan kebutuhan pagannya sendiri. 












2. Beranda Hijau Sebagai Penjual

    Kata kuncinya adalah megurangi jejak karbon. Maka dalam proses berjualan, sebisa mungkin Beranda Hijau tidak mencederai apa yang ditulis pada caption perihal NIAT dan pada alam yang menyediakan kemudahan-kemudahan. 






Kami memanfaatkan kardus bekas untuk mengirim bibit-bibit dalam foto. Mobil yang digunakan adalah mobil yang pada hari itu memang akan pergi ke tempat yang sama dengan tujuan pengiriman.

Meskipun dalam prakteknya masih ada yang menggunakan plastik dan stiker untuk kemasan, hal itu adalah upaya menjaga usia produk agar lebih tahan lama, serta upaya promosi melalui stiker. 


    Pada 2021, Beranda Hijau tidak bisa memproduksi sepenuhnya produk yang dijual. Karena Beranda Hijau pindah ke perumahan dengan lahan yang sangat terbatas, maka Beranda Hijau menghentikan pengadaan dan pengiriman bibit maupun produk yang diproduksi sendiri. Tapi Beranda Hijau mendapat alternatif untuk menjual pengalaman panen sesuai ketersediaan produk.


Beranda Hijau melakukan penanaman secara tumpang sari, sehingga jenis tanamannya bergam.

Beranda Hijau menawarkan produk berupa pengalaman dalam Panen Bareng di Beranda. Konsepnya adalah memanen yang ada, bukan mengadakan yang mau dipanen.

Fresh from garden to table.

    Hingga saat ini, Beranda Hijau beralih ke bibit buah dengan menggandeng petani buah langsung. Sehingga harga yang ditawarkan pada pembeli tetap sangat terjangkau. Peran yang berganti dari petani sekaligus menjadi penjual, menjadi perpanjangan tangan petani ke pembeli tidak membuat Beranda Hijau lupa akan upaya mengurangi jejak karbon. Beberapa upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Beranda Hijau menggandeng petani buah agar mendapat harga yang terjangkau bagi pembeli.
   
Saat pembeli datang langsung ke Beranda Hijau, banyak dari mereka membawa wadah sendiri.

Suatu hari Beranda Hijau ingin memproduksi produknya sendiri, suami saya mulai belajar budidauya bibit buah.

Jika gagal, coba lagi.

Saat berjualan bibit buah, ada kisah menarik dari Pak Salam. Beliau membeli bibit untuk melakukan penghijauan di desanya dengan biaya sendiri.

    Oiya, penggunaan jasa pengiriman/ ekspedisi yang digunakan Beranda Hijau bisa dihitung jari. Biasanya penggunaan jasa pengiriman dibutuhkan ketika mengirim ke luar kota bahkan luar pulau. Selebihnya dikirim sendiri oleh suami saya di area Malang, Pasuruan, Nganjuk, dan sekitarnya. Sekali kirim, ada beberapa titik yang dituju, sehingga sangat efisien dan meminimalkan jejak karbon yang berlebih. 





    

























    

Share:

Kebaikan Yang Menular :)


Source Pic: Mbah Google

    Film Pay it Forward (2000) mengingatkan saya perihal nilai yang diangkat pada games 'berbagi' di kelas Belajar Zero Waste, sekaligus menginspirasi lahirnya judul pada tulisan ini, yaitu 'Kebaikan yang Menular." Untuk pesan lebih jelasnya, silahkan menonton filmnya sendiri :D

    Sesuai intruksi pada games, saya akan menuliskan perjalanan berbagi saya pada beberapa kesmpatan. Dimulai dari, sini;

1. Sebuah Awal, Tahun 2018

Arsip foto Instagram Ruang Belajar Aqil (RBA).

    Kebaikan pertama dimulai oleh Bu Dini yang berbagi konsep hidup zero waste pada sekelompok anak muda yang mungkin belum banyak disadarkan perihal ini. Kebaikan ini difasilitasi oleh Ruang Belajar Aqil yang mempertemukan saya (salah satu anak muda dalam gambar) dengan seorang praktisi lingkungan yang istiqomah menjalani kebaikan untuk alam selama banyak tahun. 
    Kebaikan itu menular pada masing-masing kami. Meskipun pada preakteknya ada luput, tapi setidaknya dampak paling minim adalah 'kami jadi tahu'. Saya masih ingat betul, setelah ada sesi berbagi ini, kami jadi terbiasa membawa kotak makan, tumblr minuman, dan tas belanja. Yang menjadi PR pada waktu itu adalah perihal istiqomah, karena pada fase itu saya pribadi lebih mengutamakan kepraktisan ketimbang bawa-bawa wadah kemana-mana. 

2. Kebaikan yang Ditularkan

Arsip foto Instagram Komuitas Saharsa.

    Anak adalah pemerhati sekaligus peniru yang mahir. Suatu pagi di akhir tahun 2019, anak-anak dalam foto mendatangi saya. Mereka minta diajari membuat tempat sampah dari kardur seperti yang saya buat. Tanpa saya sadari, tempat sampah kardus ala kadarnya yang saya contoh dari buku Menuju Rumah Minim Sampah mencuri perhatian mereka.
    Mereka ingin punya tempat sampah yang mereka gambari sendiri dengan klasifikasi yang lebih banyak ketimbang yang sebelumnya mereka tahu. Hal lain yang menarik adalah inisiatif mereka yang ingin meletakkan tempat sampah itu di sekolah, mereka bilang di sekoahnya masih banyak yang buang sampah sembarangan. So empathetic.
    Kegiatan pertama bisa dikategorikan sebagai upaya memilah sampah. Setelah saya menikah, bertambahlah partner untuk berbagi kebaikan. Latar belakang saya dan suami adalah relawan di RBA, yang membuat suami saya sangat akrab dengan pengelolaan barang bekas menjadi Alat Peraga Edukatif (APE). Sehingga kegiatan selanjutnya dikategorikan sebagai upaya mengolah sampah yang sudah terlanjur ada. Akan saya tuliskan dalam keterangan-keterangan singkat di bawah:

Mengolah kardus bekas menjadi buku jurnal.

Mengolah kardus bekas menjadi permainan memory card.

Mengolah kardus dan papan bekas menjadi maket desa.


Mengolah botol plastik bekas menjadi roket angin.

Mengolah botol plastik bekas menjadi perahu tiup.

Mengolah botol plastik dan CD bekas menjadi kincir air.

Mengolah sisa konsumsi berupa kulit buah dan sayur menjadi kompos.

Membuat gunung berapi dari koran bekas.

Belajar menanam daun mint menggunakan pot dari gelas plastik bekas.

Membuat Eco Brick.

3. Kebaikan yang Berlanjut

    Sub judul di atas dipilih karena saya baru mendapat ilmu baru perihal Eko Enzim (EE). Saya juga belum mengetahui apakah eksperimen EE saya berhasil atau tidak. Tapi saya sudah membagikannya pada bapak saya karena begitu bersemangat. Motif semangat saya ada dua, yaitu: (1) Akhirnya ada alternatif lain pengolahan sisa konsumsi selain dibuat menjadi kompos dan (2) Bapak saya adalah orang yang tidak mudah menyerah dalam melakukan eksperimen, serta beliau adalah orang yang mudah berbaagi jika eksperimennya berhasil.

Mbak Irma (tetangga sekaligus teman kelas di Belajar Zero Waste) datang ke rumah dengan semua alat dan bahan untuk membuat EE. Beliau membagikan ilmu yang ia dapat perihal pembuatan EE.

Penampakan saat saya berbagi perihal cara pembuatan EE pada bapak.

Pada akhirnya, yang dapat kita kendalikan adalah dorongan untuk melakukan hal yang menurut kita baik dan bermanfaat. Yang tak terkendali dan tak usah diambil pusing adalah perihal dampak atas tindakan. Karena bagian itu akan menjadi hal yang menyenangka sekaligus mendebarkan untuk dituai.















Share:

Friday 3 September 2021

Melestarikan Air Dimulai dari Mana?

Games 8: Tantangan Melestarikan Air

    Seperti ceklist pada poster di atas, Saya sudah mengerjakan beberapa hal yang tetap akan Saya apresiasi meski masih jauh ketinggalan jika dibanding-bandingkan. Ini cara Saya untuk menghargai proses belajar Saya. Semoga bukan pembenaran atas ketertinggalan, tapi sebuah evaluasi agar lebih giat belajar.
    Games 8 kali ini selain mengharuskan peserta memberi cekilst pada aktivitas melestarikan air, juga meminta peserta menceritakan pengalaman atas ceklist yang dibuat. Akan lebih baik jika peserta menyertakan foto atau video untuk menceritakan pengalaman tersebut. 

    Sebelumnya, Saya mencari tau apakah upaya ceklist di atas dapat berdampak pada pelestarian air? Mengapa air perlu dilestarikan padahal jumlahnya banyak sekali, tidak akan pernah habis, dan bisa terus didaur ulang? Ternyata yang perlu digaribawahi adalah, air memang melimpah, tapi kuantitas air yang berkualitas sangat sedikit. Dan hal kecil yang dilakukan di atas, secara tidak langsung memberikan dampak atau sumbangan bagi ketesediaan dan keberlanjutan air yang berkualitas.

    Berikut adalah cerita dibalik ceklist yang Saya buat:

    1. Habiskan Makanan, Biar Makanannya Nggak Nangis


https://me.me/i/piring-kotor-piring-kotor-sisa-uduk-sisa-gado-gado-nasi-piring-7521457

    Alhamdulillah piring makan Saya diwakilkan oleh "Sisa Indomie Goreng" :D Seingat Saya, ajaran untuk mengambil porsi makan secukupnya dan wajib menghabiskannya sudah tertanam sejak dini. Orangtua dan lingkungan mengajarkan perihal food waste  melalui cerita menyedihkan seperti "Saaken segone engkok nangis" (Kasihan nasinya kalo nggak habis nanti dia nangis) atau "Njupuk e titik ae engkok gak entek, angor emboh" (Ambil nasinya dikit dulu, takutnya nggak habis, mending nambah lagi nanti kalo kurang). 
    
    Cara tersebut sangat efektif hingga beberapa generasi berikutnya. Pendekatan empati pada nasi dan lauk pauk yang penuh pengorbanan, dengan bahasa sederhana yang menyentuh. Ajaran itu tertanam hingga Saya dewasa kini. Namun, untuk beberapa kondisi, sakit misalnya, Saya juga pernah membuat nasi dan bubur menangis karena tak dihabiskan. Namun Ibu bilang "Gakpopo, daripada dzolim ke diri sendiri. Nanti sisa makanannya jadi rezekinya para hewan." I do love local wisdom yang sesuai konteks :')
    
    Sebagai referensi, kenapa kalian harus bijak dalam mengatur isi piring kalian, bisa baca perihal food lose & food waste. Atau bisa menonton video pendek dari Vox perihal Food Waste in the World's Dumbest Probem.

 Food and Agriculture of the United Nations

    Oke, perihal hal kecil yang dianggap remeh seperti menghabiskan makanan, dampaknya akan sangat besar. Bukan hanya untuk kelestarian air, melainkan juga alam dan nyawa manusia. Start small things. Small things matter.

2. Hindari Mandi Berlama-Lama 
    
    
https://unsplash.com/photos/EyVr5Goz1Ic

    Poin mematikan keran air saat gosok gigi akan saya bahas juga dalam poin ini, karena masih similiar. Sering kita jumpai poster-poster peringatan di kamar mandi umum perihal 'matikan keran' atau teguran karena 'terlalu lama di kamar mandi'. Sekilas hal tersebut seperti bagian dari norma sosial masyarakat kita. Tapi lebih jauh, itu adalah bentuk menjaga milik bersama, dalam konteks ini air.
    
    Saya pernah tinggal di pesantren untuk beberapa waktu, sehingga terlatih untuk tidak berlama-lama di kamar mandi dan saling mengingatkan perihal keran air. Saya belum pernah merasakan kekurangan air hingga kritis. Palingan cuma air mati dalam beberapa jam dan tidak bisa mencuci, sedangkan untuk buang hajat dan mandi masih menckupi. Sehingga Saya tak pernah harus merasa kawatir berlebih pada permasalahan air. 

 

"Ke-tidak-khawatiran Saya terhadap air adalah kekhawatiran Saya saat ini." 


    Meskipun Saya merasa sudah menghemat air dalam beragam aktivitas, mungkin hal tersebut masih kurang dibandingkan orang-orang pada daerah sulit air. Terbukti dari tak acuhnya Saya pada air hujan yang tak tertampung dan air cucian yang terbuang sia-sia.

3. Mengolah Sampah Organik/Sisa Konsumsi Secara Mandiri
    
    Alhamdulillah secara perlahan, Saya akhirnya mengolah sampah organik sendiri dengan dukungan suami. Ceritanya bisa dibaca pada games 5. Pada poin ini yang ingin Saya tekankan adalah dampak tidak langsung dari proses mengolah sampah organik terhadap pelestarian air. Ternyata hubungannya adalah pada sumbangsih sampah (yang tak terolah) pada pemanasan global yang menyebabkan kualitas air menurun. Ketika kemarau, sungai kering. Ketika hujan, banjir. 

Sisa konsumsi organik saya kompos.

 Gas metan yang dihasilkan oleh sampah organik tak terolah adalah penyebab utama. Dan hal tersebut bisa dicegah dari rumah. Langkahnya mudah saja, jika mau dan peduli. 


Jika sedang rajin, sisa nasi saya buat karak.


 4. Menggurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai

    

Ini adalah kresek-kresek yang terkumpul di rumah Saya. Lebih banyak dari ini sebenarnya.

Saya mulai peduli dan mencucinya. Kemudian sebisa mungkin dimanfaatkan dan tidak menambah jumlahnya lagi.
    
Hingga akhirnya berusaha istiqomah dengan membawa tote bag dan wadah sendiri.

Meskipun kadang berakhir maksa, tapi masih berusaha terbiasa, semoga istiqomah.


Jadi, melestarikan air di mulai dari mana? Dari kesadaran diri, dari hal kecil yang terus dilakukan, kemudian didukung orang tersayang dan sekitar. Semoga bermanfaat :D


#games8bzw #belajarzerowaste #kelasbelajarzerowaste2021 #kelasbzw2021 #bzwbatch9 

Share: