Sunday 27 August 2017

Kotak Pandora Andrei-nya Tere Liye


Entahlah, cerita yang akan aku ceritakan ini apa pure karangan Tere Liye dalam novel Berjuta Rasanya  atau adaptasi dari cerita riddle. Yang jelas akan aku ceritakan ulang. Judul ceritanya Kotak-Kotak Kehidupan Andrei.

Anderai kecil hanya tinggal dengan ibunya, tidak jelas kemana ayahnya pergi. 
Ibu Anderai memiliki sebuah kotak, sangat indah, yang konon pengukirnya saja adalah yang terkenal pada zamannya.
Kotak itu sangat indah dan selalu membuat Anderai terbayang-bayang. Anderai penasaran setengah mati tentang isi di dalam kotak tersebut. 

Namun ibu Anderai melarangnya membuka kotak tersebut.
Hampir tiap malam, setelah ibunya tidur, Anderai menyelinap ke dalam kamar ibunya untuk 'hanya sekedar melihat' kotak tersebut. Anderai sangat tergila-gila dan jatuh cinta pada kotak itu'. 
Rasa penasarannya semakin memuncak ketika gurunya menjelaskan tentang sebuah kotak bernama Pandora. 

Hingga suatu malam, Anderai nekat untuk menyelinap kembali ke dalam kamar ibunya dan berencana membuka kotak tersebut.
Sayangnya, ketika Anderai baru membuka kotak bagian pertama, ibunya datang dan memergokinya. Ibu Anderai marah bukan main, Anderai tidak pernah melihat ibunya semarah itu hingga membuatnya takut dan tak berani lagi membayangkan isi dalam kotak tersebut.

"Dengarkan, Nak, kehidupan ini tak selalu memberikan kita pilihan terbaik. Terkadang yang tersisa hanya pilihan-pilihan berikutnya. Orang yang bahagia selalu berpegangan pada pilihan kedua yang terbaik, selalu berpegagan pada pilihan kedua yang terbaik...Melupakan pilihan pertama yang tak pernah bisa kau capai...Meskipun, ayahmu dulu tak bisa melakukannya...".

Anderai sangat mengingat perkataan ibunya dan berniat melupakan kotak itu selama-lamanya.

*** 

Beberapa tahun kemudian, ibu Anderai meninggal. Anderai sangat terpukul dan pergi meninggalkan pulau, pindah ke pulau lain. Anderai tidak pernah bahagia, karena dia selalu memilih pilihan kedua dalam hidupnya. 
Sekolah, bekerja, bahkan menikah dengan pilihan keduanya. Ia menikah dengan seorang gadis pilihan keduanya bernama Sofia. Hal yang paling membuat Anderai bahagia hanya ketiga orang anaknya.
Dan tentang kotak itu, Anderai melupakannya sama sekali.

Suatu hari, waktu yang tak disangka tiba, seorang gadis misterius mengirimi Anderai kotak pandoranya.
Hal itu membuat Anderai kembali resah dan memutuskan membuka kotak tersebut. Kotak yang terus mengghantuinya selama hidup, Kotak yang membuatnya selalu memilih pilihan kedua dalam hidup. 
Akhirnya, pagi itu, ketika tidak ada siapapun di kantor. ia menutup semua pintu dan memberanikan diri membuka kotak tersebut.

Kotak itu dibuka dan BOOOOMMMMM!!

***

Sebuah benda dikirimkan ke rumah Anderai keesokan harinya. Sofia yang sedang merawat anak bungsunya yang sakit menangis tersedu-sedu setelah mendapat kiriman tersebut.
Sementara anak yang lainnya terus bertanya "Kapan ayah pulang?"

Kepedihan pun menyelimuti Sofia. Suaranya hilang sebelum sampai di bibir dan air matanya pun terjatuh. 

"Nak, apakah ada yang pernah berpikir hidup ini bukan soal pilihan? Karena jika hidup hanya sebatas soal pilihan, bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu?"

*** 

TAMAT

***

Nah hanya itu. Sepertinya kalian akan sama penasarannya denganku. Aku pun menceritakan ini berulang kepada teman-temanku. 
Dan akhirnya terbongkarlah apa isi kotak itu, kami bertiga (aku dan dua orang teman) ketika itu menebak dan kami puas dengan jawaban itu.

Jadi asumsinya, kotak itu adalah kunci dari pertanyaan "kemana ayah Anderai pergi" dan "kemana Anderai Pergi" juga "Kenapa Ibu Anderai sebegitu melarang Anderai membuka kotak itu" dan "Kenapa Sofia sangat kalut mendapat paket anaeh itu?".

Isi kotak tersebut bisa jadi adalah "SURAT". Surat ayah Anderai berisi permintaan maaaf terhadap ibu Anderai karena pergi mengejar "pilihan pertamanya". Makanya, Ibu Anderai berkata tentang pilihan terbaik adalah pilihan kedua, agar Anderai tidak melakukan apa yang dilakukan ayahnya yang membuat ibunya menderita seumur hidupnya.

Lalu ketika anderai membuka kotak itu dan mengetahui isinya. Anderai langsung pergi menemui pilihan pertamanya, bisa jadi ini adalah kekasihnya yang membawa kotak itu juga. 
Dan terjawablah sudah mengapa Sofia sangat sedih dan Anderai tidak kunjung pulang.

Lalu pada kalimat paling akhir; 
"Nak, apakah ada yang pernah berpikir hidup ini bukan soal pilihan? Karena jika hidup hanya sebatas soal pilihan, bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu?"


Menurutku, hidup tetap soal pilihan. Apa lagi hal lain selain pilihan?.

Entahlah, siapapun dari kalian yang membaca ini mungkin ada sanggahan? Atau ada tapi tidak ingin menuliskannya? Terserah saja, itu pilihan.
Share:

Kumbang dan Babi Tuli

Namanya, Kumbang. 


Gadis 20 tahun yang diberi nama asal-asalan oleh orangtuanya dengan pernyataan, "Aku tak mau memberatkan arti nama bagi bayiku, terserah sajalah jika nama adalah doa, karena aku tak tau cara berdoa hingga setua ini. Dia perempuan dan namanya Kumbang. Lalu?" 
"Kau perempuan dan kunamai Kumbang. Agar bingung orang-orang".

Kumbang, baru-baru ini dikeluarkan secara paksa dari rumah nyaman berbentuk hati seukuran Gelora Bung Karno. 

Berbekal sebuah mirrorless, kumbang dilepaskan di hamparan sawah tanpa sekat.
Awalnya dia berpikir rumahnya adalah hal paling besar, ternyata ada sesuatu yang lebih besar daripada itu. Semua mata melihat pada kumbang, mulut-mulut penuh asumsi berbicara sana sini, tak berani klarifikasi, hanya justifikasi. 

Kumbang adalah orang paling datar dan tak berperasaan, karena setelah pengusiran paksa itu, Kumbang mengambil jantungnya dan di pecah menjadi tujuh dalam Horcrux yang dibuat dengan kematian.

Kumbang mengetahui banyak hal tanpa punya tujuan. Dia tak bernyawa dan kesepian. Kematiannya, ia serahkan pada orang lain yang dapat menghancurkan ketujuh Horcrux-nya. Orang itu adalah hal yang paling tidak diketahui Kumbang.

 ***

Suatu siang, di sebuah warung tahu lontong, Kumbang bertemu dengan Babi. Babi Tuli.
Lalu mereka bercakap-cakap, Babi memulai.

Sebelumnya, ini adalah kesempatan langkah bagi si Babi karena dapat berbicara dengan Kumbang, maka si Babi Tuli menyodorkan es teh kelapa untuk Kumbang sebagai salam perkenalan.

B : "Hallo Mbang, Kumbang".
Seperti biasa, Kumang acuh, tetap fokus pada makananya.

B : "Aku Babi, Mbang. Lengkapnya, Babi Tuli". 
Si Babi mendekat, sangat dekat dengan telinga Kumbang. Kumbang begidik geli dan tersedak.

K  :  "Uhuanjeeeng"
Si Babi cepat-cepat memberi Kumbang minum.

K :  "Thanks"
Setelah melihat Kumbang membaik, Babi langsung memulai obrolan. Babi menarik tangan Kumbang, menatap matanya dalam-dalam dan  kejadian ini cukup membuat Kumbang jijik serta begidik.

B : "Mbang, tatap aku. Aku serius pengen bicara sama kamu. Aku butuh kamu yang terkenal dimana-mana ini untuk memberiku nasihat. Aku nggak pernah dengerin orang ngomong, tapi buat kamu, aku buka kedua telingaku lebar-lebar".

Kumbang menimbang, sementara muka Babi semakin menjijikan.

K : "Aku dapet apa?"
B : "Dapet info orang yang kamu cari".
K : "Aku nggak nyari siapa-siapa".
B : "Kamu nyari penghancur Horcrux-mu."

Kumbang terdiam, berpikir, apa iya? Tetapi terlepas dari iya tidaknya, penawaran si Babi cukup menggiurkan.

K : "Setuju, Bi. Jadi, mau bahas apa?"
B : "Cinta, Mbang."

Sial!. Kumbang memaki dalam hati. Cinta, adalah bahasan paling tidak disukai Kumbang.

 K : "Kenapa harus cinta? Kenapa dengan cinta?"
 B : "Karena itu yang semua orang pengen tau dari kamu, Mbang. Karena cinta itu pembahasan yang penting nggak sih Mbang?"

Kumbang menghela napas singkat, dan mengangkat pundak seolah berkata entah.

B : "Oke Mbang, intinya cinta menurutmu apa?"
K : "Cinta ya sesuatu yang kamu rasa pas jatuh cinta"
B : "Rasa seneng, rasa deg-degan pas ketemu dia, rasa nggak mau kehilangan, rasa bahwa di asatu-satunya. gitu?"
K : "Rasa apapun Bi, terserah pokoknya pas kamu jatuh cinta, ya itu cinta".
B : " Tapi apa yanbg aku rasain ke pacar pertama aku sama pacar kedua aku kok beda ya, kayanya aku salah deh nganggep bahwa itu cinta ke pacar pertama, kayanya aku cintnanya ke pacar kedua."
K : "Hell -_- terserah deh Bi."
B : "Loh jangan gitu Mbang, jadi gimana? itu yang aku rasa ke pacar pertamaku bukan cinta kan?"
K : "Dulu sempet bahagia nggak sama pacar pertama?"
B : "Iya."
K ; "Yaudah itu cinta. Cinta tuh absurd Bi, karena punya banyak bentuk, punya banyak makna dan tiap orang beda. gabisa juga kamu bilang ini cinta lalu setelahnya bilang ini bukan cinta karena persepsimu tentang cinta berubah. pada saat itu, yang kamu rasa ya cinta, setelahnya gausa diperdebatin lagi atau di ralat semacam aku salah, ternyata itu bukan cinta. Kenapa harus
terkotak-kotak, terhalang definisi, terhalang makna?"

Babi sedikit tercengang, Kumbang tidak lagi datar, emosinya sedikit meluap.

K ; "Sori, Bi"
Kumbang kembali datar dan meminum esnya.

B   : "Gapapa, Mbang. Minum aja dulu hehehe"
K : "Bi, Makna semakin bias, manusia suka memaknai semuanya sesuai idealnya dia, susuai pencapaiannya. Itu wajar. Dan soal cinta, tidak ada yang namanya titik kepuasan."

Setelah itu, terjadi keheningan singkat, Babi Tuli dapat menerima pendapat Kumbang tanpa elakan. Babi setuju sepenuhnya. Bahwa tak adail menyebutnya "bukan cinta, salah orang" setelah lama berbahagia dengannya dan menemukan sosok yang baru, atau sosok lain yang diidamkan. Yang harus dilakukan adalah menerimanya, ikhlas.

B : "Thanks ya, Mbang".
K : "Ya."
B : "Seseorang yang kamu cari itu, tinggal pada dunia buku yang ia baca."
K : "Itu dimana?"
B : "Tidak ada yang tau, dia selalu berpindah ketika bacaannya ganti".

Kumbang menerawang jauh.

To be Continued...
B :   



  
Share:

Iya, Ini Tentang KKN.



Cerita menjadi singkat ketika yang kau ingat adalah hutang bercerita. Maka aku harus membayar 10 tahun masa hidupku untuk menulis, lalu harus diletakan di mana "pada suatu harinya?"


***

Suatu hari di Bojonegoro.
Kota yang panas itu.


Panasmu sudah menyatu denganku. Sungguh.
Mami kami adalah Mami siang tadi di ruang tamu Joglo.
Yang membuatku haru hingga menjerit.
Bukan Mami kemarin yg disetting Khudori.
Bukan semua orang yang tadi malam. Tak lepas. Tak bebas. 
Adek-adek bukanlah yang lima puluh atau seratus sekian.
Tapi mereka adalah Febri, Mugi, Fahri dan Fahmi barusan.
yang mengantar hingga depan. 
Yang semuanya berkumpul adalah yang sesungguhnya siang ini 
ketika Bagong menjemput.
Kuingat jalanmu. Panasmu. Baumu. 

Kemamang, akhir. 
22 Agustus 2017

 ***

Sebelum merasakan KKN langsung, kukira KKN adalah kegiatan buang-buang waktu dan tak banyak gunanya. Pikiranku pendek sehingga hanya menganggapnya kegiatan membosankan selama satu bulan di desa orang.  


FYI,  KKN-ku di desa bernama Kemamang, Balen - Bojonegoro. Iya letaknya timur, panasnya nyengat. 
Aku berangkat naik motor bersama ketuaku, di jalan ngantuk sekali karena malam begadang. Perjalanan enam jam di atas motor adalah pilihan salah, harusnya aku naik bus saja.

Sepanjang jalan, aku mendengarkan musik. Entah musik apa yang hanya "nanana" di telingaku, ia berebut suara dengan angin. 
Suasana hatiku tidak menentu pada saat itu (sekitar tanggal 23 Juli), aku lebih memilih mendengarkan musik sebagai alasan "sedang tidak ingin bicara, sedang tidak minat diganggu" pada supir.

Aku melewati hamparan kerajaan jagung berwana hijau dan coklat. Lalu bukit kapur dan terowongan hitam yang mitosnya "jika menengok ke belakang, kau akan putus dengan pacarmu". Kujawab, sudah. 

Setelah itu ada deretan pohon randu membentuk pagar, rindang dan penuh cahaya dari cela celanya. Jika siang atau sore akan menampakan batang-batang cahayanya. lalu disepanjang pohon randu itu, kau akan menemukan tempat peristirahatan nyaman seperti di daerah tol Cikampek, Truk-truk banyak yang singgah hanya sekedar lepas dari kursi panas dan berkeringat mereka untuk sekedar minum es teh. dan setelah masuk di Bojonegoro, hanya ada pemandangan kota dan rel kereta sepanjang mata memandang.

Untuk masuk ke Desa Kemamang, aku harus melewati rel kereta. Setelahnya aku akan melewati berhektar-hektar sawah.

Kami ber tigapuluh orang (16 Perempuan, 14 Laki-laki) tinggal di dua rumah, rumah Mami (untuk perempuan) dan rumah Joglo (untuk laki-laki, dua-duanya rumah mami dan bersebelahan).
Mami adalah ibu kos kami di sana. Mami dan Papi punya Risma dan Mas Riza. Mami adalah kakak dari kepala desa Kemamang (kepala desanya perempuan, periode sebelumnya yang menjabat adalah suaminya).
Mami sangat cantik, Papi ganteng dan menurun pada anak-anaknya (sayang, mas Riza sudah bertunangan).

Kami sampai sekitar zuhur, dan siang itu yang hanya ada niat untuk "aku harus menghabiskan energiku selama sebulan, start from now!" . Yash! Niatku yang tadinya acuh, jadi berubah seratusekianderajat, am still a human, ada yang salah dengan ke-random-an ini?.

Tak disangka, aku seperti kesurupan. Dalam keadaan panas berkeringat dan di desa orang, aku bersama teman KKN-ku yang baru kukenal (akibat short term memory lost) langsung membereskan koper dan barang-barang berserakan.

Malam harinya, ketika semua berkumpul dan makan malam di Joglo. Aku diam mendengarkan Empati Tamako, volumenya keras, aku duduk di jendela merasakan angin hangat Kemamang malam itu. Bersila sekitar 20-30 menitan, memejam mata, lalu diam. Beberapa orang menegurku, kuabaikan, hingga mereka berasumsi aku kesurupan. Aku mungkin terbawa angin hingga ufuk timur. Halah.

Aku mandi sekitar jam 12 malam. Aku bangun sekitar jam 3.30 sebelum anak-anak bangun. dan aku kembali melakukan ritual kesurupan (ini sebenarnya meditasi) pagi harinya di gazebo Joglo (ketika membuka mata, beberapa anak sudah mengelilingiku.

"Kon kesurupan a Ell?"

Oiya ada satu benda yang selalu aku bawa, tas Lombok hijau (barang pinjeman) yang oleh tema-teman KKN dianggap sebagai nyawaku, sehingga mereka sangat penasaran dengan apa yang ada di dalam tas tersebut.
Baiklah, isinya adalah buku tulis sederhana (bersisi catatan kematian) dan novel (panduan kematian). Mereka adalah ritualku sebelum tidur dan ketika tidak melakukan apa-apa.

Aku sering hilang pada tumpukan kedelai dan padi, membawa mirrorless teman, dan mengabadikan manusia di Kemamang.

Satu hal yang aku dapat dari membaca dan menulis (waktu itu aku membaca bukunya Gaarder), bahwa "Menulis adalah tentang usaha memahami diri sendiri, kau akan berusaha jujur, tapi bagaimanapun tidak ada yang namanya 'mengatakan yang sebenarnya', itu hanya omong kosong. Dan menulis diary sama halnya dengan menyerahkan kematianmu ditangan orang lain."

Selama tiga puluh hari, aku melakukkan ritual malam dan pagiku. ini sekedar catatan bahwa aku pada tahap ini telah berubah, telah menjadi orang yang cukup bertanggung jawab pada diri sendiri. Maksudnnya pada gengsi yang ingin kusembunyikan rapat.

*** 

Arsip fotoku sangat terbatas (yang sopan dan layak maksudnya). Selebihnya adalah kenangan yang tetap kusimpan dalam folder leptop.

Cerita ini akan sangat singkat (cerita lain tentang Kemamang akan diceritakan suatu hari pada kesempatan yang baik), aku membagi emosiku terlalu dalam pada sosok-sosok yang aku temui. Padahal rencana awal adalah bersikap dingin. Tapi nyatanya aku gagal sama sekali. Selanjutnya, ingat ini, jika kakak tingkat kalian bilang KKN itu seru maka, percayalah. 

Malam itu, sebelum keesokan harinya kami kembali ke Malang, kami megadakan acara perpisahan. Konsep awal adalah duduk pada lapangan berumput yang dikelilingi oleh obor dan layar berisi video warga. Lalu kami membaur bersama warga, menertawakan isi video yang terdapat wajah-wajah Kemamang, ditemani kopi dan polopendem (makanan seperti jagung rebus, ubi dan singkong), dan menjadi hangat. Sayangnya, ada beberapa orang yang akhirnya tidak membuat malam perpisahan sesuai rencana. 
Malam itu, yang terselamatkan hanya, ketika kami bertiga puluh naik ke atas panggung, dan aku membaca puisi diiringi lagu Kinanti. Semua pecah dalam tangis, kecuali aku (karena terlalu canggung menangis karena puisi buatan sendiri yang kualitasnnya kebu-kebutan, kan?).

Di bawah ini adalah yang disebut sebagai puisi, tapi sepertinya bukan. dan hanya dibuat beberapa menit sebelum acara, lalu siapa yang peduli ini dari hati atau bukan. Maksudku, mereka menangis karena situasinya sangat mendukung:

Kemamang. 
Rumah, tempat pulang yang pulang.


Pak Mudin benar,
bahwa tidak ada yang tidak akan kerasan dengan desa ini.
Tiga hari setelah kedatangan, kami bukanlah tamu.
Sudah dianggap saudara dengan pintu warga dibuka dimana-mana.

Seluruh rumah terbuka, mengampirkan, dan memberi makan.
Bahwa seluruhnya menyambut dengan senyum, senyum terhangat malam itu.
Lalu diterimanya 30 orang kami sebagai saudara, sebagai keluarga.

Diajaknya bermain futsal, ngerujak,
bahkan hanya duduk pada pelataran rumah di sore hari.
Malam bermain gitar dan bercengkrama mengenai abah dan masa mudanya,
Yungti dan sanak saudaranya,
Mas Shinyo dan teman-temanya, melakukan ritual sahabat yang akrab
ditemani oleh segelas kopi diatasnya, di warung barunya.

Lalu esoknya ketika matahari benar benar datang dengan penghidupan baru,
dari ujung desa kemamang terlihat rombongan petani dan anak anak sekolah bersepeda menuju rutinitas masing-masing.

Sebagian kami berbalik arah menuju pasar demi pukis dan pecel yang kata pak RT, nendang. Mungkin kami tak peduli lagi apa sebutanya ini.
Puisi atau apapun itu, yang penting isi hati.

Bahwasanya terima kasih tak terbendung untuk orang orang dibalik seluruh kenangan dan bantuan tak terlihat.
Jika dirapalkan satu-satu namanya,
mungkin akan sepanjang ini,

Terima kasih untuk bapak kami,
bapak bapak seluruh Kemamang termasuk mbah mbah dan abah abah.
Sosok bapak dimana mana, pak Mudin, pak Pujiono, pak Bayan,
Abah, om Sam, mbah Sabari, mbah Anas dan banyak dan banyak.
Kami merasa pulang setiap hari dalam 30 hari pada kerinduan rumah, pak.

Terima kasih untuk ibu-ibu lain yang tak mengandung tapi merawat kami,
menyayangi, memasakkan, menegur, dan bersabar disaat genting cucian belum diangkat atau apapun itu termasuk telat makan.
Ibu, Mami, Bunda, bu Pujiono, Yungti, bu Rt, bu Bayan atau apapun sebutanmu,
terima kasih berkali.

Selanjutnya untuk adik-adik yang lebih suka bermain daripada mengerjakan PR-nya,
terima kasih,
Kalian tidak pernah nakal, hanya saja overdosis mencari perhatian kakak-kakaknya, yang lumrah dilakukan sodara.
Mengakrabkan diri tak pernah bosan bersepeda dari Jetis, Karanglo, dan Kemamang menuju Joglo. Dek, jadilah adik manis dan generasi optimis.

Kebebalan kami yang tak terkira,
kesalahan yang berulang,
dengan keseluruhan dan ketulusan yang pernah ada.

Malam ini kami melebur, menjadi satu kemamang,
menjadi anak yang sungkem pada bapak ibunya.
Berpamitan menggapai cita di tempat yang lain.
Maka, sodaraku seluruh Kemamang,
malam ini khidmat dengan rapalan doa kami untuk Kemamang,
begitu sebaliknya.

Kami, 30 orang keluargamu.
Bangga akan kau.
Semoga taman gantung dan plat jambu biji mengingatkanmu akan kami.
Lebih dari itu kami harap kau mengingat kami bukan sebagai mahasiswa KKN,
melainkan bagian darimu.
Wajah kami, wajahmu, Kemamang.

Salam manis dari kami, semoga berbahagia.

Kemamang menjelang akhir,
dengan tangis dan kasih sayang.


Senin, 21 Agustus 2017


Ini pecel yang rasanya 'nendang'


Share: