Tentang suatu hari yang menjadi pemantik proses saya mengompos hari ini. Diawali dari pernyataan dan pertanyaan Ibu Oeliv yang sederhana, "Filosofi kita hidup dari tanah itu artinya hidup kita tergantung dari tanah. Andaikan nggak ada tanah, kita hidup nggak?."
Pertanyaan di atas adalah pembuka diskusi perihal apa bentuk rasa terima kasih kita pada tanah yang selama ini begitu baik memberi kehidupan dan menerima kembali setelah kematian kita?. Bahkan dalam hal penjagaan, setelah kita mati pun, tanah menjaga generasi kita yang hidup. Memberi sandang, pangan, papan, dan jaminan kematian.
Kami diberi gambaran perihal sikap acuh kebanyakan manusia yang berpikir, "Seng penting saiki uripku penak" dan mengabaikan makhluk lain, akan berdampak pada kerusakan-kerusakan. Beberapa fakta tentang kerusakan yang berdampak besar dibeberkan. Kami diajak berpikir logis dalam pencegahan kerusakan yang semakin parah, dimulai dari 'memperlakukan tanah dengan baik'. Salah satunya dengan cara, mengompos:
1. Kearifan Lokal Indonesia, Juglangan
Dimulai dengan yang paling mudah, diajarkan turun-temurun oleh nenek moyang kita, juglangan. Konsep mengompos dengan membuat lubang pada lahan terbuka (biasanya di belakang rumah), untuk mengubur sisa konsumsi. Mungkin nenek moyang kita pada zamannya dulu benar-benar murni mengubur sisa konsumsi organik. Namun fenomena yang saya dapati, juglangan jadi multi fungsi sebagai tempat segala sisa konsumsi yang juga dibakar.
|
Arsip pribadi: Juglangan di Perumahan Karangploso View |
Gambar di atas adalah juglangan yang saya tau difungsikan khusus untuk organik, tak boleh selain itu. Menjadi fasilitas warga yang membantu para ibu mengelola sisa konsumsinya dengan bijak. Juga merupakan ladang pahala karena telah menyuburkan tanah sekitar dan menggemukkan para cacing beserta teman-temannya. Sebuah pendekatan paling halus dan mudah untuk mengajak para pengendali dapur rumah tangga untuk mengompos.
Sejauh apa yang saya tau dan saya alami, jika juglangan murni berisi sisa konsumsi organik, ia memiliki waktu yang cukup lama hingga penuh dan akhirnya dikubur. Karana sisa konsumsi organik dalam jangka tertentu akan terurai menjadi tanah. Beda cerita jika isinya bercampur plastik, ia bisa menjadi sebuah gundukan besar. Akan hilang jika dibakar, tapi kita semua tau dampaknya, kan?.
2. Konsep Kuburan, Ideal Bagi Pasangan Muda
Konsep ini menurut saya adalah bentuk mini dan praktis dari juglangan, terutama bagi pasangan muda yang tidak banyak menghasilkan sisa konsumsi organik seperti keluarga kecil saya. Kami hanya tinggal berdua dan memiliki lahan kecil di dekat dapur. Sisa konsumsi organik dalam bentuk sisa sayur matang dan tulang-belulang kami kubur setiap 3 hari sekali di lahan kecil itu.
|
Arsip pribadi: Kuburan para organik, agar menyatu menajdi tanah. |
Kenapa 3 hari? Pertama, karena jumlah ideal menurut pengalam kami saat mengubur adalah rentang waktu tersebut, sehingga tidak terlalu sedikit dan tidak perlu mengeluarkan effort berlebih dalam mengubur. Kebiasaan hampir seluruh manusia, suka yang praktis. Kedua, jika lebih dari 3 hari baunya akan menyengat dan mengundang binatang yang tidak diinginkan.
3. Komposter, Beda Motif, Tapi Kami Naik Level
(A) Suami - Komposter Anaerob
Suami saya memulai ekperimen komposter lebih dulu, ia memilih komposter anaerob karena tertarik memanen POC-nya. Ia mempelajarinya di internet, desainnya sedikit dimodifikasi dari desain pada gambar di bawah.
|
Arsip foto: http://puskesmaskledung.temanggungkab.go.id/ |
|
Arsip pribadi: Ia membuat komposter dengan menggunakan barang bekas sepenuhnya. |
Langkah yang ia lakukan setelah membuat komposter adalah mengisi komposter dengan daun kering dan basah, serta sisa organik buah yang diletakkan berlapis. Tidak ada sisa organik hewani sama sekali. Setelah itu diberi bioaktivator berupa cairan EM4 dan ditutup rapat. Udara masuk hanya melalui kain kasa pada 4 bagian paralon.
|
Arsip pribadi: Perlakuan harian yang mudah. | |
|
Arsip pribadi: Saatnya panen :D |
Perlakuan harian:
Suami saya hanya perlu memasukkan sisa organik yang ada, setiap hari. Setelah POC-nya panen, ia menjadikan POC tersebut sebagai bioaktivatornya.
Kelebihan dan Kekurangan:
(+) Apakah berbau? Lebih tepatnya beraroma, cenderung wangi. Ini bisa jadi karena pengaruh jenis sisa organik yang dimasukkan.
(+) Tidak perlu diaduk dan cenderung praktis karena cemplang-cemplung.
(-) dan (Solusi) Jika ingin POC lebih berkualitas, isian komposter bisa dipilah.
(B) Istri - Komposter Aerob
Seperti yang saya tulis pada pembukaan tulisan ini, bahwa motif saya mengompos hari ini adalah rasa bersalah kepada tanah dan makhluk lain. Melalui
Mbak Elis, Allah titipkan ilmu dan praktik mengompos kepada saya. Waktu itu kami praktik membuat komposter
aerob. Perihal kebutuhan alat dan bahan sudah disediakan oleh
Mbak Irma kesayangan.
|
Arsip pribadi: Praktik membuat komposter aerob. |
Sekilas tentang prosesnya, dimulai dari
membuat starter atau raginya, supaya komposnya jadi. Bahan yang dibutuhkan berupa; tanah (yang sudah dicampur dengan pupuk kandang), unsur coklat (sekam, serbuk gergaji, daun kering, ranting), unsur hijau (dedaunan atau rumput segar, kulit buah, buah busuk, sayur hijau, kulit telur), bio aktivator (air leri, EM4, air gula merah, air tempe, air tape, dan semua bahan yang mengalami proses fermentasi) yang ditumpuk berlapis. Selanjutnya setelah komposter dan
stater jadi, kita
tutup dan diamkan selama dua hari, baru setelah itu bisa digunakan.
|
Arsip pribadi: Mengompos jadi life style. |
Perlakuan harian:
Harusnya rutin diaduk agar bagian bawah tercampur dengan yang baru. Harusnya rutin juga dipanen agar bermanfaat. Tapi saya jarang sekali melakukan kedua hal tersebut. Saya hanya cemplang-cemplung bahagia karena bisa mengola sisa konsumsi organik saya. Saya juga bahagia saat semut, maggot, dan lalat berkerumun di sekitar maupun di dalam komposter.
Kelebihan dan Kekurangan:
(+) Komposter ini sangat praktis
(+) Tidak berbau, kalo yang saya pahami artinya komposnya matang
(-) Saya tidak memberi penadah di bawah komposter, sehingga cairannya keluar melalui lubang- lubang.
(-) Sisa konsumsi saya lama sekali terurainnya, karena ada beberapa yang langsung saya cemplang- cemplung tanpa dicacah.
(Solusi) Saya perlu menambahkan wadah penadah cairan, agar cairannya tidak terbuang sia-sia.
(Solusi) Saya harus lebih rajin mencacah sisa organik.
|
Arsip pribadi: Mengompos membuat kami lebih peduli pada kehidupan makhluk Allah yang lain. |
Kami belajar banyak hal dari proses mengompos. Sama seperti tulisan-tulisan sebelumnya, Belajar perihal sisa konsumsi kami maknai sebagai perjalanan mengenal diri. M
engompos dan hal lain bukanlah hal sulit, asal dikerjakan, tidak hanya jadi angan.