Kemarin aku baru mengikuti diklat teaterku, dengan tidak ramah kurasa.
aku kehilangan euforia menerima anggota baru atau membangun persahabatan hangat dengan anak-anak kecil hahhaa
Aku hanya berkutat pada kamera, memperhatikan semua orang melalui lensa. apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka lihat, dan apa yang hendak mereka bangun jika sadar aku sedang merekamnya.
Harusnya hal terbaik adalah tidur dan melupakan mereka semua, karena tak ada yang benar-benar bisa kuajak berbincang sampai pagi.
Tapi entahlah udara dinginya terlalu parah, akhirnya aku tak bisa lari dari kenyataan. Aku harus bangun dan menghadapinya.
Aku bangun, hanya segelintir yang masih terjaga, para senior dan alumni.
Mereka membuat api unggun dan minum anggur. awalnya canggung, lalu hangat gara-gara anggur.
Ada dua alumni yang berhasil membuatku merasa diterima, berbicara banyak hal mengenai zaman, manusia mesin, buku bacaan, ekonomi asia, ideologi agama, animasi, musik, kewarganegaraan, masa kecil, dan keluarga perihal pilihan keyakinan hidup.
Dua alumni yang juga sepasang kekasih, yang juga sangat cocok karena cocok hahhaa keduanya pintar, tidak merendahkan, mau mendengar dan yah apapun yang kau rasa saat kau diterima.
Itu api unggun pertamaku pada diklat itu. Hangatnya diluar dan hanya sementara, berbeda dengan anggur.
Sekali lagi pada diklat itu aku tidak peduli dengan siapapun, ironisnya aku tetap membaur, munafik. Sekali kali kuletakkan kamera, aku ikut olah tubuh, menari dengan irama sangat menyenangkan dan ceria. Aku ingin terus menari, aku ingin jadi penari, yang menikmati dan dinikmati.
Malamnya api unggun kembali dibuat, kali ini dengan lebih banyak alumni asing yang samar aku kenal. Ada perbincangan hangat, entah karena kesemuan hangat api unggun atau karena anggur dan arak. Atau bisa juga karena obrolan tanpa henti antara kawan lama yang tidak menggubris dingin sama sekali. Aku hanyut, ikut bernyanyi, aku hanya mencari orang-orang yang menerimaku, yang paham aku. Ku tak mau buang-buang waktu pada selain itu. Aku pencari aman, karena aku benar-benar sendiri.
Makin larut, api unggun terakhir dibuat. Kali ini dengan anggota baru. Aku benar tak setertarik itu. Kuharap aku tidak perlu bercerita apapun, sejauh berputar ceritanya hampir seragam, sedih semua. duh aku sangat sinis, tapi tidak salah juga hahahha
Lalu sial, giliranku. Aku dapat giliran yang tak kuingini sama sekali. Lalu kupikir ini bisa jadi kesempatan bagus, aku mengambil kesempatan melihat respon dan ekspresi masing-masing anak. Aku membukanya dengan "Namaku Elly, hidupku penuh drama" tadaaaaa, aku tak peduli lagi.
Sekali lagi, mungkin memang aku sudah tidak cocok dengan yang begini beginian. Jadi ya, bisa saja ini yang terakhir.
Sudah kubilang, api unggun hangatnya hanya sementara, dia hanya menahan agar dingin tidak langsung menyerbu kita, sisanya ia minta sesembahan kayu bakar ranting dan daun.