Thursday 7 October 2021

Menjadi Pelopor

    Segala sesuatu menjadi berat dan membebani ketika kita ingin mencapai hal besar tanpa memetakan perjalanan kecil yang dapat dijangkau.

    Atau memilih berlari terseok-seok, sendirian. Tanpa menyadari ada pilihan berjalan bersama, yang lebih berarti.

    Hampir empat bulan belajar Zerowaste, bersama orang-orang yang berkesadaran untuk berjalan bersama. Saya menemukan peta dan pola. Darimana dan bagaimana memulai, bagaimana selanjutnya, dan bagaimana seterusnya.


https://www.instagram.com/belajarzerowaste_id/

    Kelas ini seperti siklus pemberdayaan. Pemberdayaan pertama dimulai dari mengenal diri sendiri melalui telusur sisa konsumsi. Kemudian melakukan evaluasi sehingga bisa mengintervensi diri agar tidak menjadi-jadi. Selanjutnya, mengajak yang terdekat untuk sama-sama berdaya dengan ilmu yang sudah dipunya. 



    Misalnya mengajak suami, atau keluarga besar lainnya. Yang harus dipaksa adalah diri kita dalam mengajak, bukan memaksa yang diajak, karena hidayah sepenuhnya adalah hak istimewa Allah.




    Kelas ini ada karena sebuah visi mulia dari seorang manusia yang kemudian dijalankan dan dikomunikasikan, sehingga memunculkan interaksi-interaksi yang membawa dampak besar, dan terus-menerus. 

    Dalam kelas ini kami sudah banyak melihat contoh, bahwa pesan terkuat adalah 'Jangan berhenti jika itu sesuatu yang benar'. Mengingatkan saya pada kalimat "Kebaikan jika dilakukan bersama dan dikelola secara terstruktur, maka akan menghasilkan dampak yang luar biasa. - Wily Ariwiguna (2018)"

    Kelas ini berakhir dengan sebuah tantangan bagi para pebelajar, yang menurut saya lebih sebagai tanggung jawab atas amanah ilmu yang sudah didapat. Yaitu menjadi pelopor Zerowaste dilingkungan sekitar.

Bismillahirahmannirahim, Rencananya akan ada 3 hal yang akan saya lakukan insya allah:

1. Saya akan memulai dari keluarga kecil saya yang akan mendapat anggota baru dalam waktu dekat, dede bayi Insya Allah. Dengan keluarga Bu DK. Wardhani sebagai contoh.

https://www.instagram.com/dkwardhani/

2. Melalui usaha penjualan bibit sayur dan buah yang suami saya jalankan, kami akan meminimalkan jejak karbon dan membantu lebih banyak orang untuk berkebun, agar mereka dapat mengoptimalkan lahan dan sumberdaya yang ada, juga memproduksi komoditas rumahan. Seperti yang dilakukan Kebun Kumara.

https://www.instagram.com/kebunkumara/

3. Dan terkahir saya akan mengoalah sisa organik maupun non organik yang dihasilkan dari penjualan jamu aduk milik ibu saya. Seperti yang sudah dilakukan Plastik Kembali dan Made By Robries. Dengan melibatkan lebih banyak anggota keluarga. 

https://www.instagram.com/plastikkembali/

https://www.instagram.com/madebyrobries/

    Semoga dengan apa yang direncanakan, Kami dapat mengelola, merawat, dan menjaga apa yang telah Allah amanahkan, berupa bumi. Juga, semoga amanah ini lebih mendekatkan Kami pada Allah.

    Terima kasih tim Belajar Zerowaste, Semoga menjadi amal yang terus mengalir. 

#games12bzw #belajarzerowaste #kelasbelajarzerowaste2021 #kelasbzw2021 #bzwbatch9








Share:

Monday 27 September 2021

Beranda Hijau dan Upaya Mengurangi Jejak Karbon


Arsip foto Instagram Beranda Hijau.

🥬MEMULAI NIAT🥬

Hal yang berkaitan dengan tanam-menanam memang terlihat mudah. Namun, satu hal yang menjadi kunci dalam memulai bercocok tanam adalah NIAT. 

Kita perlu menyadari bahwa yang kita tanam adalah kehidupan. Di mana ia perlu asupan dari siapa yang menanam.

Niat "hanya" menanam tidak akan berbuah ketentraman, tapi berniatlah menyatu dengan alam agar apa yang kau tanam kekal menjadi kawan.

InFrame: Kale Nero (Usia 13 hari).


    Caption pada foto di atas menurut saya menarik dan akan saya jadikan bahan tulisan untuk menyelesaikan games 11, yaitu ' Menuliskan Aktivitas Minim Sampah' dalam bisnis yang dijalankan.

    Beranda Hijau adalah usaha yang dijalankan suami saya sejak 2020. Fokusnya adalah menjual bibit tanaman produktif. Ia bilang kalo tanaman produktif itu nothing to lo lose, kalo nggak laku bisa dibudayakan dan dikonsumsi sendiri. Suami saya melakukan pembibitan sendiri di belakang rumah, dan inilah relevansinya dengan caption dan judul tulisan ini. 

Beranda Hijau, dari Kebun ke Pengguna Terakhir

https://www.cassia.coop/en/about-us/index.php

    Banyak rantai aktivitas yang dipotong saat petani dipertemukan langsung dengan konsumen utamanya. Keuntungan yang terlihat secara materi tentu saja perihal harga yang disepakati. Petani bisa mendapat harga yang tidak terlalu rendah dan konsumen dapat harga yang lebih terjangkau. Sedangkan keuntungan lain yang tak terlihat adalah meminimalisir jejak karbon dari aktivitas yang terpotong.

    Beranda Hijau menjalankan dua peran, sebagai petani dan sekaligus pedagang. 

1. Beranda Hijau Sebagai Petani 

    Beranda Hijau memproduksi bibitnya sendiri, meggunakan lahan di depan maupun belakang rumah. Sehingga memiliki kontrol penuh pada perlakuan terhadap tanaman. 

Media tanam diproduksi sendiri dari kotoran sapi yang dikeringkan. Ada cacing yang bisa membantu menyuburkan tanah.

Penyemaian dapat dilakukan dimanapun, jika memiliki lahan yang cukup luas bisa membuat bedengan.

    Ilmu sebagai tani dalam bercocok tanam dibagikan melalui postingan instagram, percakapan via Whatsapp, dan interaksi langsung dengan pembeli. Tujuannya untuk mengedukasi pembeli agar dapat membudidayakan bibit mereka sendiri dan mampu mengadakan kebutuhan pagannya sendiri. 












2. Beranda Hijau Sebagai Penjual

    Kata kuncinya adalah megurangi jejak karbon. Maka dalam proses berjualan, sebisa mungkin Beranda Hijau tidak mencederai apa yang ditulis pada caption perihal NIAT dan pada alam yang menyediakan kemudahan-kemudahan. 






Kami memanfaatkan kardus bekas untuk mengirim bibit-bibit dalam foto. Mobil yang digunakan adalah mobil yang pada hari itu memang akan pergi ke tempat yang sama dengan tujuan pengiriman.

Meskipun dalam prakteknya masih ada yang menggunakan plastik dan stiker untuk kemasan, hal itu adalah upaya menjaga usia produk agar lebih tahan lama, serta upaya promosi melalui stiker. 


    Pada 2021, Beranda Hijau tidak bisa memproduksi sepenuhnya produk yang dijual. Karena Beranda Hijau pindah ke perumahan dengan lahan yang sangat terbatas, maka Beranda Hijau menghentikan pengadaan dan pengiriman bibit maupun produk yang diproduksi sendiri. Tapi Beranda Hijau mendapat alternatif untuk menjual pengalaman panen sesuai ketersediaan produk.


Beranda Hijau melakukan penanaman secara tumpang sari, sehingga jenis tanamannya bergam.

Beranda Hijau menawarkan produk berupa pengalaman dalam Panen Bareng di Beranda. Konsepnya adalah memanen yang ada, bukan mengadakan yang mau dipanen.

Fresh from garden to table.

    Hingga saat ini, Beranda Hijau beralih ke bibit buah dengan menggandeng petani buah langsung. Sehingga harga yang ditawarkan pada pembeli tetap sangat terjangkau. Peran yang berganti dari petani sekaligus menjadi penjual, menjadi perpanjangan tangan petani ke pembeli tidak membuat Beranda Hijau lupa akan upaya mengurangi jejak karbon. Beberapa upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Beranda Hijau menggandeng petani buah agar mendapat harga yang terjangkau bagi pembeli.
   
Saat pembeli datang langsung ke Beranda Hijau, banyak dari mereka membawa wadah sendiri.

Suatu hari Beranda Hijau ingin memproduksi produknya sendiri, suami saya mulai belajar budidauya bibit buah.

Jika gagal, coba lagi.

Saat berjualan bibit buah, ada kisah menarik dari Pak Salam. Beliau membeli bibit untuk melakukan penghijauan di desanya dengan biaya sendiri.

    Oiya, penggunaan jasa pengiriman/ ekspedisi yang digunakan Beranda Hijau bisa dihitung jari. Biasanya penggunaan jasa pengiriman dibutuhkan ketika mengirim ke luar kota bahkan luar pulau. Selebihnya dikirim sendiri oleh suami saya di area Malang, Pasuruan, Nganjuk, dan sekitarnya. Sekali kirim, ada beberapa titik yang dituju, sehingga sangat efisien dan meminimalkan jejak karbon yang berlebih. 





    

























    

Share:

Kebaikan Yang Menular :)


Source Pic: Mbah Google

    Film Pay it Forward (2000) mengingatkan saya perihal nilai yang diangkat pada games 'berbagi' di kelas Belajar Zero Waste, sekaligus menginspirasi lahirnya judul pada tulisan ini, yaitu 'Kebaikan yang Menular." Untuk pesan lebih jelasnya, silahkan menonton filmnya sendiri :D

    Sesuai intruksi pada games, saya akan menuliskan perjalanan berbagi saya pada beberapa kesmpatan. Dimulai dari, sini;

1. Sebuah Awal, Tahun 2018

Arsip foto Instagram Ruang Belajar Aqil (RBA).

    Kebaikan pertama dimulai oleh Bu Dini yang berbagi konsep hidup zero waste pada sekelompok anak muda yang mungkin belum banyak disadarkan perihal ini. Kebaikan ini difasilitasi oleh Ruang Belajar Aqil yang mempertemukan saya (salah satu anak muda dalam gambar) dengan seorang praktisi lingkungan yang istiqomah menjalani kebaikan untuk alam selama banyak tahun. 
    Kebaikan itu menular pada masing-masing kami. Meskipun pada preakteknya ada luput, tapi setidaknya dampak paling minim adalah 'kami jadi tahu'. Saya masih ingat betul, setelah ada sesi berbagi ini, kami jadi terbiasa membawa kotak makan, tumblr minuman, dan tas belanja. Yang menjadi PR pada waktu itu adalah perihal istiqomah, karena pada fase itu saya pribadi lebih mengutamakan kepraktisan ketimbang bawa-bawa wadah kemana-mana. 

2. Kebaikan yang Ditularkan

Arsip foto Instagram Komuitas Saharsa.

    Anak adalah pemerhati sekaligus peniru yang mahir. Suatu pagi di akhir tahun 2019, anak-anak dalam foto mendatangi saya. Mereka minta diajari membuat tempat sampah dari kardur seperti yang saya buat. Tanpa saya sadari, tempat sampah kardus ala kadarnya yang saya contoh dari buku Menuju Rumah Minim Sampah mencuri perhatian mereka.
    Mereka ingin punya tempat sampah yang mereka gambari sendiri dengan klasifikasi yang lebih banyak ketimbang yang sebelumnya mereka tahu. Hal lain yang menarik adalah inisiatif mereka yang ingin meletakkan tempat sampah itu di sekolah, mereka bilang di sekoahnya masih banyak yang buang sampah sembarangan. So empathetic.
    Kegiatan pertama bisa dikategorikan sebagai upaya memilah sampah. Setelah saya menikah, bertambahlah partner untuk berbagi kebaikan. Latar belakang saya dan suami adalah relawan di RBA, yang membuat suami saya sangat akrab dengan pengelolaan barang bekas menjadi Alat Peraga Edukatif (APE). Sehingga kegiatan selanjutnya dikategorikan sebagai upaya mengolah sampah yang sudah terlanjur ada. Akan saya tuliskan dalam keterangan-keterangan singkat di bawah:

Mengolah kardus bekas menjadi buku jurnal.

Mengolah kardus bekas menjadi permainan memory card.

Mengolah kardus dan papan bekas menjadi maket desa.


Mengolah botol plastik bekas menjadi roket angin.

Mengolah botol plastik bekas menjadi perahu tiup.

Mengolah botol plastik dan CD bekas menjadi kincir air.

Mengolah sisa konsumsi berupa kulit buah dan sayur menjadi kompos.

Membuat gunung berapi dari koran bekas.

Belajar menanam daun mint menggunakan pot dari gelas plastik bekas.

Membuat Eco Brick.

3. Kebaikan yang Berlanjut

    Sub judul di atas dipilih karena saya baru mendapat ilmu baru perihal Eko Enzim (EE). Saya juga belum mengetahui apakah eksperimen EE saya berhasil atau tidak. Tapi saya sudah membagikannya pada bapak saya karena begitu bersemangat. Motif semangat saya ada dua, yaitu: (1) Akhirnya ada alternatif lain pengolahan sisa konsumsi selain dibuat menjadi kompos dan (2) Bapak saya adalah orang yang tidak mudah menyerah dalam melakukan eksperimen, serta beliau adalah orang yang mudah berbaagi jika eksperimennya berhasil.

Mbak Irma (tetangga sekaligus teman kelas di Belajar Zero Waste) datang ke rumah dengan semua alat dan bahan untuk membuat EE. Beliau membagikan ilmu yang ia dapat perihal pembuatan EE.

Penampakan saat saya berbagi perihal cara pembuatan EE pada bapak.

Pada akhirnya, yang dapat kita kendalikan adalah dorongan untuk melakukan hal yang menurut kita baik dan bermanfaat. Yang tak terkendali dan tak usah diambil pusing adalah perihal dampak atas tindakan. Karena bagian itu akan menjadi hal yang menyenangka sekaligus mendebarkan untuk dituai.















Share: