Dekap itu candu, setidaknya itu menurutku. Dan masih menurutku, candu adalah hal-hal yang meng-enak-kan dan membuatmu ketergantungan, kalau lepas ya kau akan merasa tak berdaya lalu mencari pengganti-pengganti lainnya yang tak terduga.
Kembali pada dekap, Aku ingat, suatu malam tidur bersama seorang lelaki di sebuah jembatan di belakang rumah makan. Kami tidur pada alas yang disiapkan oleh rumah makan. Aku ingat saat sentuhannya membawa semua isi kepalaku keluar. Aku bercucau tentang apa yang kulihat dalam kepalaku, pikiranku penuh dengan hal-hal baru yang langsung kucinta. Aku ingat pada ciumannya, selalu terselip senyum akan ceritaku. Anggapan yang salah adalah bahwa pemicu seluruh keindahan isi kepalaku adalah sentuhannya. Itu bisa-bisaku saja yang didukung olehnya. Kami sama-sama mau pada waktu itu.
Yang kubenci selain ciuman
pertama yang tidak sabar, adalah udara yang sangat dingin dan jika bukan karena
suhu tubuhnya yang mendekapku sepanjang malam, bisa saja aku tak merasakan
tubuhku lagi. Jembatannya basah, alasnya bolong dan lumpur mengenai celanaku.
Setelah malam itu, lelaki tersebut terus saja merasa brengsek, berulang aku
mewajarkan kejadian malam itu. Tapi kau tau ia terus saja menyalahkan dirinya,
tapi suatu hari ia menginginkannya lagi, dan lebih.
Peringatan. Ia memperingatkanku
dan nya untuk urusan tubuh. Ia tak mau kami akan tergantung pada hubungan badan
yang menuntut lebih dan menyebabkan kebosanan serta dosa besar, yang pada
akhirnya kuakui ia begitu berjasa dalam perumusan hal yang demikian. Karena
nantinya kami memang terpisah dan perkataannya benar.
Aku juga ingat pada malam di
sebuah tempat wisata yang kami masuki dengan gratis karena mengaku warga lokal.
Kami sering bermain peran dan menjadikan orang sekeliling ikut terlibat dalam
naskah dadakan untuk keuntungan kami.
Tempat itu berlipat lebih dingin dari jembatan basah. Kali ini meskipun
aku dibawakan jaket anti salju serta kain lombok sebagai alas olehnya, tetap
saja, aku kedinginan dan aku membenci itu.
Pada malam itu aku melihat bulan
diantara daun pinus, aku di dekapnya. Kupikir itu malam sempurnya yang
kujalani, kupikir dia pun sama. Kami berbagi diam, untuk pertama kalinya.
Bagiku, berbagi diam adalah hal paling berharga yang tak mudah kuberi. Aku didekapnya dalam diam yang tidak memicu dosa.
21 Mei, aku tak bisa meneruskannya.
#Day5
#RamadhanBerkisah
#PenaJuara
0 komentar:
Post a Comment